Rabu, 16 April 2014

Operant Conditioning


OPERANT CONDITIONING
Operant conditioning adalah pembelajaran di mana konsekuensi dari perilaku menyebabkan perubahan dalam probabilitas kejadian. Operant conditioning pertama kali di deskripsikan oleh seorang psychologist dari Amerika, Edward Thondike (1911). 3 cara dimana konsekuensi keinginan dan ketidak inginan dari kelakuan berpengaruh pada kelakuan di masa yang akan datang :
1.     Positive Reinforcement
2.    Negative Reinforcement
3.    Punishment

POSITIVE REINFORCEMENT

Positive Reinforcement muncul pada saat konsekuensi dari kelakuan menuju pada peningkatan dalam kemungkinan bahwa kita terlibat di kelakuan kedepannya. Di positive reinforcement, konsekuensi oleh kelakuan adalah positive. Sehingga kelakuannya terlibat lebih sering. Kelakuan yang lebih sering dikatakan sebagai operant response, dan konsekuensi yang positive terhadap respon dikatakan sebagai positive reinforce.
Ada 2 masalah penting di pemakaian positive reinforcement yang perlu di ketahui :
1.     Timing
Positive reinforcer harus diberikan waktu yang singkat dalam mengikuti respon, jika tidak pembelajaran tersebut akan menjadi lambat. Phenomenom tersebut adalah delay of reinforcement.
2.    Consistency in the delivery of reinforcement 
Positive reinforcement harus di berikan secara konsisten setelah respon.

Primary and Secondary Reinforcement
2 jenis reinforcement harus dibedakan: primary dan secondary reinforcement. Primary reinforcement tidak diperoleh dari pembelajaran. Makanan, air, kehangatan, novel stimulation, aktivitas fisik dan sexual gratification adalah contoh dari positive reinforcement. Secondary reinforcement sangat berperan penting dalam operant conditioning yang di pelajari melalui classical conditioning. Pujian adalah salah satu contoh dari secondary reinforce.
Schedules of Positive Reinforcement
Kita selalu membicarakan positive reinforcement seakan-akan setiap respon selalu diikuti oleh reinforce, situasi ini disebut dengan continuous reinforcement. Sebagai tambahan di dalam continuous reinforcement, psychologist mendeskripsikan 4 jenis schedules of reinforcement dan menunjukkan efek dari setiap behavior (Ferster & Skinner, 1957):
1.     Fixed ratio
Di dalam fixed ration schedule of reinforcement, reinforcer hanya diberikan setelah beberapa specified number of responses.
2.    Variable ratio
Di dalam variable ration schedule of reinforcement, reinforcer di dapatkan hanya setelah variable number of responses telah di buat. Schedules ini menghasilkan tingkat respon yang tinggi dan pembelajaran ini lebih permanent.
3.    Fixed interval
Di dalam fixed interval, schedule of reinforcement tidak berdasarkan oleh jumlah respon tetapi pada berlalunya waktu. Fixed interval schedule digunakan ketika respon pertama yang muncul setelah periode waktu yang telah ditentukan itu kuat. Ini menghasilkan pattern of behavior dimana sangat sedikit respon sampai fixed interval of time mulai ada dan rate of responding meningkat secara drastis.
4.    Variable interval
Di dalam variable interval, schedule of reinforcement dimana respon pertama ada setelah jumlah variable of time ini kuat. Variable interval schedule menghasilkan steady response yang tinggi, akan tetapi ini bukan jenis schedule yang bagus untuk pembelajaran awal, schedule ini menghasilkan stable performance yang tinggi ketika respon sudah dipelajari sebagian melalui continuous reinforcement.
Schedules of positive reinforcement yang berbeda menghasilkan pola prilaku yang berbeda dan khas. Sangat penting untuk orang yang bertanggung jawab dalam behavior orang lain seperti guru, orang tua, atau supervisors.
Shaping
Banyak dalam situasi, respons yang kita mau untuk memperkuat tidak pernah muncul.
REINFORCEMENT NEGATIVE
Reinforcement negative (penguatan negatif) adalah peningkatan suatu frekuensi terhadap suatu perilaku yang positif karena hilangnya sebuah rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh,  seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekuensi sikap kemarahan dari ibunya. Penguatan negatif mengajarkan individu bahwa melakukan sebuah tindakan akan menghilangkan kondisi negatif yang ada di lingkungannya. Penguatan negatif terjadi ketika perilaku menghapus atau menghindari sesuatu yang negatif, dan perilaku tersebut mempunyai kemungkinan untuk meningkatkan hasil pada masa selanjutnya.
Ada 2 tipe dari penguatan negatif:
1.     Escape Conditioning
Yaitu pengkondisian yang terjadi dikarenakan individu keluar dari sesuatu yang negatif.
2.    Avoidance Conditioning
Yaitu suatu kondisi yang dilakukan dengan cara menghindar dari sesuatu yang negatif. Kondisi ini dapat terjadi karena perilaku individu untuk mencegah terjadinya sesuatu yang negatif.


 PUNISHMENT 

          Kadang-kadang konsekuensi dari perilaku negatif, dan sebagai hasilnya, frekuensi perilaku yang menurun. dengan kata lain, perilaku tersebut telah dihukum. misalnya jika Anda membeli satu set baru panci dan wajan dengan pegangan logam dan mengambil panci panas tanpa pemegang panci, konsekuensi negatif pasti akan terjadi.
          Punishment  adalah merupakan konsekuensi negatif yang mengarah pada pengurangan frekuensi perilaku yang menghasilkannya.
ada lima  Danger of punishment
v  penggunaan hukuman sering digunakan  untuk menghukum.
misalnya, jika orangtua memukul anak yang telah merengek dan memukul anak tersebut sampai  berhenti  merengek . sehingga meningkatkan tidak hanya jumlah sakit fisik pada anak tetapi juga bahaya penyalahgunaan  terhadap anak-anak.
v  hukuman sering menghambat efek umum pada individu, berulang kali memukul anak untuk berbicara kembali kepada Anda dapat menyebabkan anak tersebut untuk berhenti berbicara  kepada  kamu secara bersamaan.
v  biasanya bereaksi terhadap hukuman fisik dengan belajar untuk tidak menyukai orang yang menyakiti, dan kadang-kadang dengan cara mereaksikan  hal  agresif terhadap orang itu.
v  apa hukuman  yang kita pikirkan itu tidak selalu efektif dengan hukuman yang kita berikan pada  sebuah  perilaku , khususnya, sebagian besar guru dan orang tua (dan banyak supervisor, teman sekamar, dan sebagainya) berpikir bahwa kritik akan menghukum perilaku di mana itu ditujukan. ini telah disebut perangkap kritik(criticism trap).
v  hukuman efektif dapat menekan perilaku yang tidak pantas, hukuman itu digunakan untuk mengalahkan diri sendiri,. mungkin menekan satu perilaku yang tidak pantas dan hanya untuk digantikan oleh satu sama lain.





Dalam beberapa situasi hukuman ada metode yang diperlukan untuk mengubah perilaku.
misalnya, dalam mengajarkan anak muda untuk tidak lari keluar ke jalan yang ramai, hukuman satu-satunya  mungkin metode yang masuk akal. dalam hal ini, namun setiap upaya harus dilakukan untuk meminimalkan efek samping negatif dari hukuman dengan mengikuti beberapa panduan untuk penggunaannya;
Ø  tidak menggunakan hukuman fisik .. merampas waktu TV dari 10 tahun memberikan berusia 4 tahun waktu di kursi di sudut selama 3 menit lebih efektif daripada memukul, dan tentunya lebih manusiawi,karena hukuman  fisik biasanya menjadi bumerang dan menyebabkan anak-anak untuk berperilaku lebih buruk daripada lebih baik
Ø  menghukum perilaku yang tidak segera. segera menggunakan suara tegas untuk memberitahu anak untuk perilaku yang buruk untuk melepaskan tangan Anda saat berjalan di trotoar mungkin menghukum perilaku itu, tapi menunggu 5 menit untuk melakukannya akan jauh kurang efektif
Ø  pastikan bahwa Anda secara positif memperkuat perilaku yang tepat untuk menggantikan perilaku yang tidak pantas Anda mencoba untuk menghilangkannya.hukuman tidak efektif dalam jangka panjang kecuali Anda juga memperkuat perilaku yang sesuai
Ø  secara  jelas kepada individu perilaku apa? Anda menghukum dan menghapus semua ancaman hukuman secepat perilaku yang berhenti.sesuai dengan perilaku tersebut.
Ø  tidak mencampur hukuman dengan imbalan bagi perilaku yang sama. misalnya, tidak menghukum anak untuk pertempuran dan kemudian meminta maaf memeluk dan mencium anak yang baru saja dihukum.
Ø  sekali Anda telah mulai menghukum, jangan mundur. dengan kata lain, tidak memperkuat mengemis, memohon, atau perilaku lain yang tidak pantas dengan membiarkan individu dari hukuman.  kedua nya  membatalkan hukuman dan memperkuat mengemis dan memohon serta menguatkan pikiran negative.





CONTRASTING CLASSICAL AND OPERANT CONDITIONING
Classical Conditioning
Teori ini dikenal juga sebagai teori belajar “learning by association’, bila suatu stimulus yang mengakibatkan munculnya respon emosional diulang berkali kali bersamaan dengan stimulus yang lain yang tidak memberikan respon emosional, maka pada akhirnya stimulus yang kedua juga akan memberikan respon emosional yang sama dengan stimulus pertama.

Lebih jelasnya, kalau kita mendengarkan suara keras tiba tiba (unconditional stimulus, US) maka kita kaget (unconditional response, UR).  Bila sesaat sebelum bunyi keras dilakukan tepuk tangan (conditional stimulus,CS) yang juga keras dan bunyinya bersamaan dengan bunyi suara keras.  Dan Bila dilakukan gerakan tepuk tangan maka kita juga akan kaget karena mengira akan terjadi bunyi keras karena terbentuk asosiasi US -> CS.

Misalnya saat anjing mendengarkan bunyi bell melalui alat indera telinga maka alat indera pengecapan bereaksi mengeluarkan saliva (ludah), karena anjing ini berpikir dia akan mendapatkan makanan. Darimana anjing ini mengetahuinya adalah dari belajar berulang ulang, awalnya bel dibunyikan anjing diberi daging, kemudian diulang lagi sampai si anjing paham bahwa bunyi bell berarti ada makanan. 

classical conditioning itu termasuk refleks yang dikendalikan sum – sum tulang belakang dan saraf autonom.meliputi respon atas rasa takut,mengeluarkan air liur, dan lain-lain.
Contoh lainnya, waktu kecil saya menyukai paman saya, dia selalu membuat saya merasa bahagia.  Paman saya memakai parfum lavender, bila saya mencium bau lavender saya merasa gembira seketika.pada classical conditioning UCS ( unconditioned stimulus ) dipasangkan dengan CS ( condisioned stimulus ) yang berdiri sendiri pada perilaku individu.

Pada teori ini ada efek anchor, yaitu bila satu indera bereaksi maka indera yang lain ikut juga terpicu, dan pengaitan ini bisa terjadi dari belajar yang dilakukan secara berulang (repetisi).
Aplikasinya: Kalau anda ingin membujuk seseorang melakukan sesuatu, lakukan saat orang itu melakukan sesuatu yang dia suka lalukan. Dan saat dia melakukan hal yang anda sukai, saat itu sentuh mereka disuatu titik atau membuat suara.  Saat anda menyentuh tersebut atau mengeluarkan bunyi tersebut, maka dia akan berpikir untuk melakukan kembali hal tersebut (bunyi dan titik menjadi tombol pemicu).

Operant Conditioning
Operant Condioning adalah perilaku akan meningkat (dilakukan) bila diikuti oleh adanya penguatan (reinforcement) yang positive, begitu pula sebaliknya akan berkurang (tidak dilakukan) bila penguatannya bersifat negatif misalnya hukuman (punishment). Sehingga Operant Conditioning kita sebut juga  ‘‘learning by consequences’, yaitu belajar dari konsekuensi tindakan.
Jadi , Kalau Classical Conditioning adalah asosiasi dua stimulus, dan Operant Conditioning adalah asosiasi stimulus (rangsangan) dan respon.

Keadaan yang menyenangkan disebut reinforcing stimuli or reinforcers, dan keadaan yang tidak menyenangkan  disebut  punishing stimuli or punishers.
Operant Conditioning juga dikenal dengan istilah Instrumental Conditioning.

Percobaan ini dilakukan Skinner;  dia memakai tikus didalam kotak dan ada tuas bila tertindis maka akan mengelaurkan makanan.  Dari ketidak sengajaan tikus menyentuh tuas maka keluar makanan, yang akhirnya dipelajari oleh tikus bahwa menyentuh tuas maka dia mendapat makanan.

Operant conditioning lebih rumit dan banyak mrngandung perilaku yang diasosiasikan sistem saraf somatik dalam operant conditioning, penguatan merupakan konsekuensi dari pengkondisian yang dilakukan . 
Contoh lainnya kalau orangtua mengajar anaknya, dia kan menghukum bila anaknya melakukan perilaku buruk tetapi bila perilakunya baik maka dia tidak melakukan apa apa.


STIMULUS DISCRIMINATION AND GENERALIZATION
Stimulus discrimination
Stimulus discrimination adalah proses yang terjadi jika 2 stimulus cukup berbeda satu sama lainnya dimana 1 stimulus membangkitkan suatu respons terkondisi namun stimulus yang lain tidak (kemampuan untuk membedakan 2 stimulus atau lebih). Disini kita membedakan respon yang akan kita berikan berdasarkan stimulus yang kita terima.
seperti contoh ketika dosen datang ke ruang kelas,mahasiswa akan cenderus diam dan tenang.
ketika teman sesama mahasiswa datang, maka mahasiswa akan tetap ribut dan tidak tenang.

Stimulus generalization
Stimulus generalization adalah proses dimana, setelah suatu stimulus dikondisikan untuk menghasilkan suatu respons tertentu, stimulus yang mirip dengan stimulus asli menghasilkan respons yang sama (rangsangan baru mirip dengan rangsangan yang dikondisikan). Disini respon yang kita berikan tidak memperdulikan stimulus apa yang di terima.
Seperti contoh pada masyarakat yang kurang mampu tidak peduli apakah penghasilan mereka halal atau haram,yang penting mereka bisa makan dan mencukupi kehidupan mereka.

EXTINCTION
Extinction terjadi ketika stimulus terkondisi disajikan beberapa kali tanpa stimulus berkondisi. Sebagai contoh, jika kita membunyikan lonceng dan menyebabkan anjing untuk mengeluarkan air liur, maka kita memiliki stimulus terkondisi. Tetapi jika kita terus membunyikan bel bahwa tanpa memberikan anjing setiap makanan (stimulus berkondisi), maka akhirnya anjing akan tidak menghubungkan lagi bel dari makanan dan sehingga tidak akan lagi mengeluarkan air liur. Oleh karena itu, extinction terjadi karena bel tidak lagi memiliki efek pada anjing. Catatan: Kepunahan berbeda dari lupa, karena extinction melibatkan proses tidak mempelajari/ menghiraukan atau peka terhadap stimulus terkondisi (conditioned stimulus).

SPONTANEOUS RECOVERY and DISINHIBITION
Spontaneus recovery merupakan salah satu prinsip dasar instrumental learning secara umum didefinisikan sebagai pemunculan kembali suatu respon yang dipelajari yang sepertinya sudah menghilang.yang diinterpetasikan akan muncul ketika sebuah respon kembali dimunculkan karena dihadirkannya stimulus yang mengikuti pemadaman perilaku (extinction) dan beberapa waktu istirahat, maka kemungkinan besar spontaneus recovery akan muncul sebagai respon. Beberapa teori  telah diajukan untuk menjelaskan fenomena tersebut,  salah satunya adalah teori yang mangajukan response produced-inhibition theory bahwa periode istirahat yang mengikuti pemadaman membiarkan menghilangnya penghambat reaksi sehingga kekuatan respon sekali lagi akan kembali dan akan lebih besar dari nilai-nilai penghambat itu sendiri.
Teori kedua mengajukan bahwa spontaneus recovery itu menghadirkan kemunculan kembali respon ketika petunjuk-petunjuk diskriminasi tertentu untuk merespon itu muncul. Penjelasan lebih umum bahwa petunjuk diasosiasikan dengan awal kemunculan respon  tidak dihilangkan, dengan demikian ketika mengikuti perode istirahat, response kembali dimunculkan.
Para psikolog menggunakan istilah “extinction” menggambarkan prosedur yang terlibat, yakni menghentikan pemberian penguatan terhadap perilaku terkuatkan yang baru saja dimunculkan, sedangkan untuk term yang kedua extinction digunakan untuk menspesifikasi hasil dari penggunaan prosedur tersebut _ kembalinya respon dalam pertanyaan aslinya kekuatan (pengkondisian kembali).
Extinction dalam kondisioning klasik berbeda dari pengkondisian instrumental Penghentian perilaku pada stimulus tak terkondisi (UCS) dan pemunculan kemudian stimulus terkondisi (CS) itu sendiri merupakan prosedur untuk respon yang terkondisi secara klasikal.

DAFTAR PUSTAKA
Lahey, Benyamin B.2007.Psychology:an introduction, ninth edition.New York:Mc.Graw-Hill.
Lahey, Benyamin B.2012.Psychology:an introduction, eleventh edition.New York:Mc.Graw-Hill.
King, L.A.2010. Psikologi Umum:Sebuah pandangan apresiasif (buku 1 dan 2).Jakarta:Salemba Humanika.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar