Senin, 24 Maret 2014

Teori Vygotsky


TEORI VYGOTSKY
Rizki Situmorang
131301074
Kelompok 4 

Lev Semonovich Vygotsky lahir pada 5 November 1896 di Tsarist Rusia. Vygotsky merupakan salah seorang dari pengagum Piaget. Namun, walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi vygotsky tidak setuju dengan pandangan piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri. Dalam teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Menurutnya anak-anak lahir dengan fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir, dan menyelesaikan masalah yang melibatkan pembelajaran dalam hal tersebut.
Ada 3 Klaim dalam inti pandangan Vygotsky:
1.     Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara developmental yaitu memeriksa asal usul dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya.
2.    Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentrasnformasi aktivitas mental si anak. Artinya kita harus memeriksa alat yang memperantarai dan membentuknya. Menurut Vygotsky, masa kanak-kanak awal (early childhood) menggunakan bahasa sebagai alat untuk membantunya untuk beraktivitas dan memecahkan problem.
3.    Kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.
Di dalam ketiga klaim dasar ini Vygotsky mengajukan gagasan yang unik dan kuat tentang hubungan antara pembelajaran dan perkembangan.
Zone of Proximal Development
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dari orang yang dewasa atau anak yang lebih mampu. Sebagai contoh, ketika saya masih duduk di bangku sekolah Dasar, pelajaran yang paling tidak saya senangi adalah matematika (bahkan sampai sekarang sih) karena meurut saya itu pelajaran yang susah dan begitu banyak yang tidak saya mengerti dalam pelajaran tersebut. Nah, ketika ada tugas diberikan guru, saya mengerjakannya bersama dengan teman saya yang lebih mampu dalam bidang ini. Dengan belajar bersama dia, saya sedikit demi sedikit menjadi mampu mengerjakan tugas tersebut. Terkadang saya juga meminta bantuan kepada ayah saya. Dengan bekerja seperti itulah (meminta bantuan) cara saya dapat mengerjakan soal matematika sendiri. Heheheh….
Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui Zone of proximal developmentnya. Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut yang mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Begitu juga dengan saya sewaktu belajar main sepeda. Awalnya ketika saya dibelikan sepeda baru (ciyeee..) oleh ayah saya, rodanya masih ada empat, dua yang besar dan dua yang kecil sebagai roda bantu karena saya belum bisa main sepeda roda 2. setelah itu, ayah saya mencopot dua roda bantu sepeda tersebut. Nah, disini ayah saya mengajari saya cara mengayuh sepeda yang baik, cara memegang stang sepeda, menggunakan rem sepeda, dan yang paling penting saya diajarin cara menyeimbangkan tubuh. Pertama ayah saya masih memegang tempat duduk sepeda tersebut dari belakang agar saya tidak jatuh, lama kelamaan, ayah saya melepaskannya sedikit demi sedikit, dan akhirnya melepaskan genggamannya dari bangku sepeda namun masih mengikuti saya dari belakang. setelah itu ayah saya membiarkan saya bermain tanpa harus mengikuti saya dari belakang lagi.

Bahasa dan pemikiran
Vygotsky percaya bahwa anak- anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk komunikasi sosial tetapi juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Ketika berpikir dan berbahasa, anak-anak sering berbicara untuk diri mereka sendiri “pembicaraan batin” (inner speech) dan dalam melakukannya anak tersebut mungkin jadi tampak berbicara dalam “egosentris”. Sebagai contoh sewaktu saya masih kecil (bahkan sampai sekarang) saya sering iri melihat teman saya yang lebih pintar, lebih mampu, lebih terampil dari diri saya sendiri. Jadi saya sering berkata dalam hati saya “kok dia bisa sih? Kok saya ngga bisa mengerjakan seperti yang dia buat (kok saya ngga bisa berprestasi seperti dia?).”

Apa yang menjadi perilaku manusia adalah proses penyesuaian diri dengan apa yang sesuai atau tepat (appropriate) dan menjadi harapan masyarakat/lingkungan (Vygotsky).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar